WISATA SEJARAH DI PULAU PENYENGAT
Salah
satu wisata yang patut di kunjungi oleh traveller
jika berada di Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau adalah wisata
sejarah di Pulau Penyengat. Pulau kecil yang letaknya tidak jauh dari pusat
Kota Tanjungpinang ini memiliki panjang sekitar 2000 meter dan lebar 850 meter.
Memiliki luas yang sangat kecil untuk ukuran sebuah pulau akan tetapi Pulau
Penyengat memiliki sejarah budaya Melayu dan Islam yang sangat menarik untuk
diketahui bersama.
Berkunjung
di pulau ini kita akan banyak mengenal objek-objek peninggalan dari Kerajaan
Riau. Berkisah sedikit tentang asal mula nama Penyengat ini menurut cerita
rakyat setempat berawal dari pelaut yang singgah ke pulau tersebut dan
melanggar pantang larang ketika mengambil air di sana sehingga mereka diserbu
serangga berbisa yang menyengat, karena sengatan tersebut maka pulau ini di
sebut dengan Pulau penyengat.
Berkunjung ke pulau ini kita bisa
mengendarai perahu sampan atau masyarakat setempat menyebutnya pompong dari
Pelabuhan Sri Bintan Pura di Tanjungpinang. Dalam 1 pompong memiliki kapasitas 15 orang dengan tarif
sebesar Rp.10.000,- dan pastinya akan terus menyesuaikan dari tahun ke tahun. Ketika kita turun dari pompong maka tidak jauh
dari pelabuhan kita akan disambut dengan tulisan selamat datang di Pulau
Penyengat yang tertulis di gapura
bernuansa kuning keemasan ciri khas warna yang sering dipakai pada istana
kerajaan Melayu.
Pompong (Dokpri) |
Pengunjung akan melintasi jalan yang padat dengan rumah penduduk di sisi kanan dan kiri, jadi sebagian rumah penduduk masih menggunakan rumah panggung yang merupakan rumah adat dari masyarakat Melayu. Tidak jauh dari pelabuhan sekitar 200 meter objek wisata yang bisa dikunjungi pertama kali adalah :
1. Masjid Raya Sultan Riau
Masjid Raya Sultan Riau adalah masjid
yang bersejarah di Pulau Penyengat. Bangunan masjid dengan luas 18 x 19,8 meter
ini merupakan peninggalan kejayaan Kesultanan Islam Riau – Lingga. Masjid ini
dibangun pada tahun 1761-1812 dengan material kayu kemudian di masa
pemerintahan Yang Dipertuan Muda VII Raja Abdurrahman pada tahun 1832 mulai
diganti dengan beton. Pada tanggal 1 Syawal 1428 Hijriah (1832) bertepatan Hari
Raya Idul Fitri Raja Abdurrahman berseru kepada rakyatnya untuk bergotong
royong dan beramal dalam perbaikan masjid.
Seruan raja menggerakan hati segenap
warga untuk berkontribusi dalam pembangunan masjid. Orang-orang dari seluruh
pelosok teluk, ceruk, dan pulau di kawasan Riau Lingga berdatangan ke Pulau
Penyengat untuk mengantarkan bahan bangunan, makanan, dan tenaga. Melimpahnya
bantuan masyarakat seperti telur membuat para pekerja bosan memakannya karena
sayang dibuang sehingga putih telur digunakan sebagai bahan perekat bangunan dicampur dengan pasir dan kapur sehingga
membuat bangunan masjid berdiri dengan kokoh sampai saat ini.
Kita akan dibuat kagum ketika berada di
Masjid yang bersejarah ini. Masuk di pintu utama masjid kita akan disuguhkan
dengan Mushaf Al-Quran yang merupakan tulisan tangan Abdurahman Stambul yang
merupakan putera asli Pulau Penyengat yang diutus oleh Sultan untuk belajar di
Turki pada tahun 1867 M.
Masjid Raya Sultan Riau (Dokpri) |
Yang mau gabung di antologi travelling Silakan klik di sini
Objek wisata bersejarah lainnya yang bisa dikunjungi di
Pulau Penyengat ini adalah Makam Raja Ali Haji yang merupakan Bapak Bahasa
Melayu Indonesia. Raja Ali Haji lahir di Lingga Pulau Penyengat pada tahun 1808
dan meninggal pada tahun 1837 dan dimakamkan di Pulau Penyengat. Beliau banyak
menghasilkan karya sastra yang memiliki ciri khas kesusastraan Islam. Nama Raja
Ali Haji tidak saja dikenal di Indonesia akan tetapi juga Malaysia, terkhusus
wilayah Malaka dan dianggap pahlawan bagi masyarakat Malaka. Salah satu karya
terkenal beliau adalah Gurindam Dua Belas.
Gurindam 12 terdiri dari 12 pasal yang
berisi nasihat dan petunjuk hidup yang tersirat maupun tersurat agar
hidup di ridhoi Allah Swt. Tulisan Gurindam 12 ini menjadi salah
satu icon wisata sejarah
yang ada di Pulau Penyengat Provinsi Kepulauan Riau di mana masing-masing pasal
terpisah-pisah letaknya seperti pasal pertama dan kedua ditatahkan pada marmer
dinding makam Engku Hamidah. Selain makam Raja Ali Haji dalam komplek ini juga
terdapat makam Engku Putri Raja Hamidah , Raja Ahmad dan Raja Abdullah.
Makam Raja Ali Haji (sumber teras.id) |
Tempat
wisata lainnya yang sering dikunjungi oleh wisatawan ke pulau ini adalah
berkunjung ke Balai Adat Melayu Indra Perkasa. Balai adat ini merupakan replika
rumah adat Melayu yaitu Rumah Panggung yang terbuat dari kayu. Di dalam Balai
Adat ini kita akan menemukan alat-alat kesenian, tata letak ruang, pelamin
pengantin Melayu. Selain itu deretan
syair Gurindam 12 juga menghiasi dinding Balai Adat Indra Perkasa Sedangkan di
bawah Balai Adat ini terdapat sumur air tawar yang telah berabad lamanya yang
airnya masih mengalir hingga saat ini.
Balai Adat Indra Perkasa (sumber detiktravel) |
Objek lain yang sayang untuk dilewati di Pulau Penyengat ini
adalah Istana Kantor yang digunakan
sebagai kantor dan tempat tinggal Yang
Dipertuan Muda Raja Ali antara tahun 1844 – 1857. Walaupun usianya sudah lebih
dari ratusan tahun akan tetapi bangunan masih berdiri utuh dan masih terlihat
kokoh terutama gapura pintu masuk ke area istana.
Istana Kantor (sumber tempat wisata.pro) |
5. 5. Bukit Kursi
Lokasi terakhir yang banyak
dikunjungi adalah Bukit Kursi yaitu merupakan benteng pertahanan kerajaan pada
saat itu. Lokasi ini terletak di dataran tinggi dan menghadap laut lepas.
Sebagai bukti dari sejarah di bukit kursi ini terdapat peninggal meriam kuno.
Desain benteng bukit kursi ini cukup unik dibangun dalam bentuk parit-parit
dengan tujuan untuk menghindari serangan musuh yang memiliki persenjataan yang
lengkap. Selain itu parit ini juga digunakan sebagai jalur untuk menyuplai
bubuk mesiu bagi persenjataan meriam.
Tidak jauh dari benteng Bukit Kursi terdapat bangunan lama yang
digunakan sebagai gudang penyimpanan bubuk mesiu.
Bukit Kursi (sumber heikaku.com) |
Itulah
5 destinasi yang bisa kita kunjungi ketika berwisata sejarah ke Pulau
Penyengat. Lahir dan besar di Tanjungpinang membuat saya sering berkunjung ke
sana salah satunya ketika keluarga ingin membayar nazar sekaligus tasyakuran di
Masjid Raya Sultan Riau. Berkunjung di sini akan menambah pengetahuan sejarah kita bagaimana perjuangan masyarakat dahulu
pada masa kerajaan, mereka sudah
berpikir sangat maju terbukti dari peninggalan-peninggalan sejarah yang ada.
Acara tasyakuran di depan Masjid Raya Sultan Riau (Dokpri) |
Referensi :
https://id.wikipedia.org/wiki/Masjid_Raya_Sultan_Riau
http://situsbudaya.id/benteng-pertahanan-bukit-kursi/
PROFIL PENULIS
Terlahir dengan nama Rita Wati di Tanjung Pinang. Ibu dari seorang anak ini memiliki hobi membaca terkhusus buku-buku cerita sejak kecil. Penulis berprofesi sebagai teacher, Operator, Writer, Blogger dan Kurator. Motto hidup penulis adalah Setelah kesulitan pasti ada kemudahan dan Belajar sepanjang hayat.
Saat ini Penulis menekuni dunia literasi dan blog dengan bergabung di Komunitas Belajar Menulis bersama Om Jay, AISEI Writing Club bersama Dr. Capri Anjaya, Komunitas Sejuta Guru Ngeblog dan Komunitas Cakrawala Guru Blogger Nasional.Penulis dapat dihubungi melalui :
www.teruslahmenulis.blogspot.com
www.catatangurumilenial.wordpress.com
https://www.kompasiana.com/ritapinang
Instagram :
@rita_pinang
Email : catatangurumilenial@gmail.com
HP : 085219585451
4 Komentar
Mantap
BalasHapusterimakasih
Hapuskeren blognya bunda
BalasHapusTerimakasih Om Dedi telah sudi berkunjung di blog saya
Hapus