T |
inggal
di kos yang sangat agamis membuat Tiara secara tidak langsung ikut belajar dan
terpengaruh oleh lingkungan yang baik. Saat baru tiba di kos Aisyah Tiara belum
menutup aurat pakaiannya pun masih seperti remaja pada umumnya mengenakan kaos
dan celana jeans.
Akan tetapi sejak ia baru saja menginjak kaki di kos tersebut ada rasa tidak enak hati jika ia sendiri yang tidak mengenakan jilbab. Hidayah menghampirinya hingga ia memantapkan hati untuk mengenakan hijab.
Perlahan-lahan Tiara membeli baju yang menutup aurat sekadarnya begitu juga dengan penutup kepala ia hanya membeli 2 jilbab saat itu.
Hatinya tentram tinggal bersama teman-teman yang sangat
semangat mencari ilmu baik untuk dunia dan akhirat. Sehingga selain belajar
mata kuliah mereka juga selalu menyempatkan untuk mengikuti berbagai kajian di
masjid sekitar Yogyakarta.
Salat 5 waktu berjamaah, tadarus,
yasinan dan kultum merupakan kegiatan rutin mereka. Jadwal mendapatkan kultum
juga dilaksanakan secara bergantian setiap seminggu sekali. Begitu juga dengan mading,
mereka kompak untuk membuat kos-kosan mereka menjadi lebih bermakna ketika ada
tamu yang berkunjung.
Malam Jumat, jadwal rutin mereka
adalah membaca surah Yasin secara bersama-sama. Selesai membaca surah Yasin
dilanjut dengan kultum. Saat itu kultum di isi oleh kamar Teratai. Mereka
menamakan kamar masing-masing dengan nama-nama bunga.
Kamar teratai diisi oleh Mbak Nur.
Saat itu ia mengisi kultum yang sangat berkesan diingatan Tiara.
“Pada
kesempatan kali ini saya ingin menyampaikan sebuah kisah. Ada seorang ibu yang
memiliki 3 orang anak. Dua laki-laki yang berumur 6 tahun, 4 tahun sedangkan
sibungsu baru menginjak 8 bulan.
Saat
itu si ibu sedang memandikan sibungsu di dalam baskom yang biasa digunakan
untuk memandikan bayi. Sedangkan 2 anak laki-lakinya sedang menonton TV.
Tayangan
TV saat itu tentang sunat. Kebetulan
dalam seminggu itu berita tentang sunat sering mereka dengar. Si Kakak akhirnya
pun memiliki ide untuk bermain sunat-sunatan bersama adiknya. Mulailah ia ke
dapur untuk mengambil pisau. Si Kakak mengatakan kepada adiknya.
“Dik,
kita main sunat-sunatan yuk!”
Si
adik mengikuti ajakan kakaknya.
Setelah
mengambil pisau di dapur si kakak mulai melaksanakan perannya yang bertugas
seolah-olah menjadi mantri sunat. Ia pun menyuruh adiknya berbaring dan
menanggalkan celananya dan mulai melakukan aksinya memotong kelamin si adik
seperti yang mereka dengar.
Seketika
si adik berteriak kesakitan, darah berceceran. Si ibu yang sedang memandikan
bayinya terkejut mendengar teriakan anak lanangnya dari kamar. Si ibu bergegas
menuju ke kamar dan sangat shock ketika melihat darah berceceran di kelamin
anak keduanya.
Ibu
marah besar pada si kakak ia mulai memukul anak pertamanya. Merasa ketakutan
melihat ibunya yang marah si kakak melarikan diri sekencang-kencangnya ke luar
rumah dan si ibu pun mengejarnya. Tanpa di sangka karena lari dalam keadaan
takut tidak terkontrol si kakak tertabrak.
Si ibu pun histeris.
Si
ibu baru sadar jika ia meninggalkan anaknya di dalam baskom. Ia kembali ke rumah dan menuju
ke kamar mandi ibu kembali histeris jika anaknya sudah dalam posisi mengapung.
Teman-teman
dari kisah yang saya ceritakan tadi apa hikmah yang bisa kita petik? Sebaiknya
apa yang harus ibunya lakukan ketika mendengar teriakan anaknya?
Pada
intinya kita harus bisa mengendalikan emosi dalam setiap keadaan apalagi ketika sedang panik. Semoga kisah ini bisa menjadi ibrah
buat kita bersama.
Tiara tertegun mendengar kisah tersebut. Bagaimana semua bisa terjadi dalam waktu yang bersamaan. Kehilangan ke-tiga orang anak hanya karena panik yang berlebihan.
Ia pun berandai-andai. Jika si ibu tidak panik dan tidak meninggalkan anaknya di baskom sendirian. Andai ibu tidak marah besar kepada si kakak apalagi sampai mengejarnya.
Andai ibu memberi pertolongan segera kepada anak ke-duanya.
Jembrana,
28 Februari 2021
Naskah Lomba Hari ke-28
NPA : 22010300468
18 Komentar
Ya Bu Rita, akibat panik, banyak hal yg tidak diinginkan terjadi,merinding saya membacanya,bakal jadi novel ini.
BalasHapusTerimakasih Bu Lusi sudah mampir, ya ingin dijadikan kumpulan cerpen atau novel bu
HapusMiris ya bu, sampai merinding saya, naudzubillaah.. semoga kita senantiasa diberi ketenangan emosi..
BalasHapusAamiin ya bu sebagai orang tua terkadang sering emosi kita tidak terkontrol dengan anak
HapusMantaaap cerpennya... nahan napas bacanya...
BalasHapussemoga menjadi ibrah buat kita bersama
HapusSaya seperti diberi cermin, anak saya tiga laki-laki 7, 4 dan 1 tahun. semua lagi aktif-aktifnya. Terkadang saya takut sendiri, takut tidak bisa mengontrol emosi kalau sedang menghadapi anak-anak. Terimakasih cerpennya ya bu
BalasHapusWah bisa pas dengan ibu memiliki 3 anak. Doa yang terbaik buat strong mom
HapusNgeriiii pas baca darah berceceran, setelahnya sungguh mengerikan. Para pembaca hanya bisa berandai2 Jika Ibu tidak panik, Mungkin akan terjadi hal yang berbeda.
BalasHapusAndai saja
HapusBisa ya keadaan dan kepanikan bersatu padu dengan dampak seperti itu. Membuat pembaca menarik nafaas panjang. Tulisannya berhasil menarik emosi Bu. Mantap
BalasHapusTerimakasih Pak Hary
HapusSaya bukan tipe yang cepat panik. Namun, gampang ikutan panik kalau orang lain panik.
BalasHapusIkutan Panik
HapusBaca kisah ini ngeri. Berarti cepat panik ya?
BalasHapusWah kurang tau juga bu ya
HapusKeren... Bunda, tulisannya semoga jd juara, Aamiin...
BalasHapusAaamiin terimakasih Mak Yamin
Hapus