When you look at your mother, you are looking at the purest love you will ever know. -Uknown-
“Ayo Tiara....lompat....cepat
lompat.... cepat....cepat....ayo...!” teriak Dodi menyemangati Tiara dalam
permainan petak umpet di halaman belakang rumahnya.
“Tiara
pun bingung. Awalnya ia ingin turun secara perlahan-lahan. Tapi kakaknya Dodi
menyarankan untuk melompat takut keburu diketahui oleh Sinta.
“Ayo! Tiara....lompat cepat....cepat....ayo...! Keburu Sinta datang.” Saat itu Sinta
sedang bertugas yang mencari teman-temannya yang sedang bersembunyi.
Tiara
melompat dari ketinggian 1.1/2 meter. Untuk body mungil Tiara yang baru duduk
di kelas 2 SD ketinggian tersebut membuatnya berpikir panjang, tapi semangat
Dodi membuatnya kalap.
Huft..... “Aduuuuhh
duuuh duuuh,............” Tiara teriak kesakitan. Rupanya lompatannya tidak mulus
tangan Tiara terlebih dahulu yang mendarat ke tanah.
Dodi
kaget ia mengira awalnya adiknya cuma akting. Tapi tidak lama kemudian Tiara menunjukkan
ekspresi sakit tak tertahankan rupanya tangannya terkilir.
Melihat
Tiara terjatuh sang ibu panik dan memarahkan Dodi yang mengajak adiknya bermain.
Memang sebelumnya Ibu sudah bolak-balik mengingatkan Tiara dan Dodi agar tidak
berlari-lari.
“Jan main lari-lari Tir, jatuah beko.”
(Jangan main lari-lari tir, jaruh nanti).
“Dod,
usah dibao main lari-lari adiak, kapaleset jatuah pacah kapalo.” (Dod, jangan
diajak main lari-lari adikmu, terpeleset nanti jatuh bisa pecah kepala).
Tapi
pesan sang ibu tidak dihiraukan mereka berdua.
***
Dodi
masih merasa tidak bersalah dia hanya menyarankan adiknya untuk melompat. Ia masih beranggapan ketinggiannya cukup wajar untuk Tiara melompat.
Sesaat
selepas jatuh memang tidak terlihat luka yang mengkhawatirkan. Tiara pun di
suruh beristirahat. Beberapa saat kemudian Tangan kiri Tiara mulai terasa nyeri.
Tapi tidak dihiraukannya hingga ia terlelap tidur. Semua di luar dugaan
ketika Tiara bangun sakit di tangan kirinya semakin menjadi-jadi dan
membengkak.
Tiara
kesakitan ibunya pun segera mengajak Tiara ke tukang urut. Ketika berada di
tukang urut Tiara tak kuasa menahan sakit sehingga ia berteriak dan menangis.
Sang
ibu tidak lelah untuk mengajak Tiara berobat. Setiap hari ibu Tiara dengan
telaten mengganti perban di lengannya dan mengoleskan minyak sambil di urut
perlahan-lahan.
Tiara
tak kuasa menahan sakit yang teramat sangat di tangannya tapi ibu selalu menenangkan Tiara.
“Tir,
ayo kita berangkat berobat lagi biar lekas sembuh!” Ucap ibu merayu Tiara. Sejak
pertama kali mengunjungi tukang urut
Tiara tidak ingin diobati lagi di sana
karena ia kesakitan ketika tangan diurut.
“Tiara
nggak mau Mak, sakit...nggak mau.” sambil memohon kepada ibunya agar tidak
diobati di tukang urut.
“Jika tidak diobati nanti tangan Tiara nggak sembuh-sembuh. Kelamaan nanti Tiara nggak
masuk sekolahnya.” Ibu terus merayu Tiara.
Tiara pun luluh dan mengikuti kata ibunya karena sudah hampir seminggu ia tidak masuk sekolah. Tiara takut jika lama tidak masuk sekolah nanti ia tidak naik kelas.
Diurut untuk kedua kalinya Tiara terlihat lebih kuat. Ia tahan sakitnya karena ibu adalah bahadur sejati bagi Tiara yang selalu memotivasinya untuk sembuh.
Jembrana
18 Februari 2021
Naskah
Hari ke-18
17 Komentar
Hmm aku suka bacaan ringan yg bikin fresh ini..
BalasHapusterimakasih ambu
HapusTiara...susah nian dibilangin yo...Mantap
BalasHapusBegitulah Om Beje
HapusMantap, Bu Rita. Bisa saja nyambungnya ini 😀
BalasHapushemat ide pak
HapusCerita Tiara semakin asik dinikmati.
BalasHapusDitunggu cerita Tiara berikutnya
Sehat Selalu Ibu Rita
Terimakasih Pak Indra
HapusTiara adalah aku waktu kecil dulu, hihihi...
BalasHapusWah Bu Pipit punya pengalaman sama dengan Tiara
HapusIbu memang bahadur sejati
BalasHapusBenar Bu Hj
HapusSelalu tak tergantikan, sosok ibu. Salam literasi.
BalasHapusIbu segalanya buat anak-anaknya
HapusIbu adalah bahadur sejati kita selamanya.
BalasHapusThat's right bu Suyati
HapusIbu ku, bahadur ku..
BalasHapus