"Sampaikanlah kebenaran, walau itu pahit dan tidak menyenangkan bagi orang lain." -Uknown-
Tiara sangat jarang di suruh ibunya
ke warung. Selain karena sibungsu juga apa yang ia pegang selalu saja
jatuh atau hilang. Tiara sudah sering kehilangan uang apa itu karena lupa atau terjatuh dari
tangannnya.
“Suruh Bang Dodi Mak,” ucap Tiara.
“Dodi antah kama inyo mainnyo. Cape’
lah amak andak mamasak.” (Dodi entah kemana dia mainnya. Cepatlah ibu mau
memasak).
“Karambie 100, lado 200,” (Kelapa 100,
cabe 200) ibu menerangkan kepada Tiara sambil memberi uang koin bergambar rumah gadang 3 buah kepada Tiara.
Tiara segera berangkat menuju ke
warung. Di sepanjang jalan mulut Tiara komat kamit mengingat belanjaan yang
akan ia beli agar tidak lupa.
Jarak menuju ke warung Aci sekitar 200
meter. Tiara melewati jalan yang disampingnya ada selokan dengan lebar 1 meter dan tinggi 1
meter.
Ketika hampir sampai di warung
kira-kira 10 meter lagi uang yang Tiara pegang 100 rupiah terjatuh dan
menggelinding kencang sehingga masuk ke dalam got. Tiara panik bagaimana dia akan
membeli pesanan dari ibunya jika uangnya kurang.
Tiara pun akhirnya memberanikan diri
turun ke dalam got untuk mengambil uang yang terjatuh. Syukurlah air ketika itu
sangat dangkal dan got dalam keadaan bersih sehingga uang koin yang terjatuh
terlihat dengan jelas.
Perlahan-lahan Tiara turun ke dalam
got. Ia mengambil uang yang terjatuh. Akan tetapi Tiara kesulitan ketika hendak
naik. Dengan segala upaya ia berusaha naik dan pada akhirnya berhasil.
Tiara membelikan pesanan ibu dan pulang
dengan membawa kelapa parut dan cabe.
“Lamo bana Tir, balanjonyo lah ampie
40 minit.” (Lama betul belanja Tir sudah hampir 40 menit). Ibu bertanya pada Tiara.
Tiara kebingungan menjawab pertanyaan
ibunya. Ia tidak mau berkata jujur takut image ‘lepai’ (ungkapan orang minang
tangan yang jika memegang sesuatu selalu lepas) pada dirinya semakin melekat. Ia
pun hanya diam.
“Rami tadi urang balanjo di kadai Aci tu?”
(Ramai tadi orang belanja di kedai Aci?).
Tiara menganggukkan kepalanya.
“Iyolah, biaso kalau paja ketek nan balanjo indak di acuahkannyo.” (Iyalah, biasa kalau anak kecil yang belanja tidak dihiraukannya).
Ibu menggerutu sambil membawa belanjaan dari Tiara ke
dapur.
Jembrana, 14 Februari 2020
Naskah Lomba Hari ke-14
NPA : 22010300468
23 Komentar
Cerita yang asyik dibaca, Bu Rita. Izin bertanya kalau boleh tahu ini latar waktunya tahun berapa, ya?
BalasHapus90 an Pak
HapusRingan ceritanya namun asyik dibaca.
BalasHapusSetidaknya bisa mengerti sedikit bahasa minang, Bu.
Terimakasih Pak Jonter
HapusSekalian belajar bahasa daerah ya bu..dg reka-reka..
BalasHapusIya Bun
HapusHehe Iya Bun
HapusSuka bngt cerita dg bahasa ringan, bikin kepala fresh...
BalasHapussip :)
HapusTeringat harus menghafal sepanjang jalan apa yang dibeli. Cerita yang menarik.
BalasHapusTerimakasih bu Suyati
HapusBahasa yang asing buat saya, sangat menarik...
BalasHapushehe Indonesia kaya bahasa
HapusAsyik dan menarik ceritanya bu.
BalasHapusTerimakasih Pak Imam
HapusIngat masa kecil, setiap disuruh belanja sama mama. Sambil diingat-ingat, sekali terantuk batu buyarlah semua. hihihi
BalasHapusya bu ya apalagi kalau disuruh lebih dari 2 macam hehe
HapusLamo nian balanjonyo Tir...kama perginyo...
BalasHapusmasuak kadalam got
HapusJadi berasa pulang kampung kalo membaca kisah Tiara. walaupun saya gak bisa berbicara Bahasa minang... Hehehhe
BalasHapusSalam untuk Tiara, Bu.
ondeh mande
HapusTernyata Tiara urang awak,,lagi lagi got itu yang selalu menjadi bumerang buat tiara,,sebelumnya pada malam itu tiara pernah terjatuh di got itu ketika hendak nonton tv
BalasHapushehe
Hapus