H |
ari ini
aktivitas Tiara cukup santai. Tanggal merah libur dari perkuliahan. Ia ingin menghabiskan
waktunya membaca majalah yang telah ia beli kemarin sore. Bacaan pertama yang
ia cari adalah cerpen.
Sejak
kecil Tiara sangat suka membaca cerita-cerita pendek. Baginya membaca cerpen
itu praktis karena tidak memerlukan waktu lama, dan sering membuatnya terkesan.
Benar
saja ia membaca cerpen yang cukup menarik hari itu. Di dalam cerpen tersebut di
ceritakan seorang ibu tua yang sedang naik bis. Di dalam bis si ibu berkeluh
kesah memohon bantuan kepada penumpang. Si ibu kekurangan ongkos karena habis
menjenguk anaknya yang sakit di Magelang.
Mendengar
cerita dari si ibu membuat penumpang sangat iba akhirnya penumpang bis pada
memberi sumbangan kepada ibu separuh baya tersebut. Sehingga terkumpul lah uang
sekitar Rp.300.000,- untuk diberikan kepada ibu yang memerlukan bantuan.
Si
Ibu mengucapkan terimakasih tak terhingga kepada penumpang bis dan para
penumpang pun merasa bahagia bisa membantu si ibu.
Seminggu
berlalu, si penulis cerpen bertemu kembali pada si ibu yang pernah ia beri sumbangan
dengan penumpang lain. Si ibu melakukan hal yang sama seperti sebelumnya.
Ternyata itu hanya rekayasa.
Membaca
cerita tersebut membuat Tiara terkesima dan membatin
“Ada
ya orang seperti itu. Menipu orang demi uang.”
***
Pagi
cerah, seperti biasa rutinitasnya ke kampus. Perkuliahan Senin cukup padat mulai
pukul 7 pagi sudah dimulai. Menunggu bis berwarna kuning menuju kampus yang
berada di Condong Catur.
Tiara
melambaikan tangannya dan bis pun berhenti. Segera ia naik dan memilih kursi
pojok belakang kebetulan jarak kampusnya sekitar 8 km dari kosnya.
Bis
berjalan. Untuk mengisi waktunya selama di bis Tiara biasa membaca buku
perkuliahan yang akan ia ikuti pada hari itu.
Seketika,
ada seorang ibu yang pindah dari tempat duduknya dan pindah ke bangku sebelah
Tiara.
“Tindak pundi Mbk?” sapa si ibu kepada
Tiara.
“Mau
Kuliah Mbah”
“Mbak’ e asalipun saking pundi?”
“Saya
dari Sumatera Mbah.”
“Oh
jauh to.”
“Gini,
Mbak si Mbah habis pulang dari jenguk anak Mbah,” si ibu melanjutkan
pembicaraannya.
“Cucu
mbah lagi masuk rumah sakit, perlu biaya banyak. Mbah bingung sudah sebulan
mbah di sana, sekarang mau pulang ke Magelang tapi kehabisan uang,” ucap si ibu
dengan raut yang sedih.
Tiara mendegarkan penjelasan si ibu
dengan serius.
“Berarti Mbah habis jenguk cucunya?
Sekarang Mbah mau pulang?”
“Nggih..., tapi Mbah sudah tidak punya
uang.” Si ibu memasang ekspresi yang sangat sedih hampir menangis.
“Mungkin Mbak’e bisa bantu Mbah?”
Tiara merasa iba.
“Kalau ke Magelang perlu ongkos berapa
Mbah?”
“Dua puluh ribu.”
Tiara mengeluarkan uangnya dan memberikan
si Mbah uang senilai dua puluh ribu rupiah.
“Ini Mbah, semoga bisa membantu,” ucap
Tiara.
“Maturnuwun...maturnuwun... Mbak, semoga
Mbaknya jadi orang sukses,” doa si ibu untuk Tiara.
“Aamiin YRA.” Tiara mengaminkannya.
***
Tiara
kembali fokus kebacaaannya. Akan tetapi samar-samar Tiara melihat gerak-gerik
yang berbeda dari si ibu yang telah ia beri uang tadi. Setiap ada penumpang
yang masuk, maka si ibu berusaha mendekatinya. Tiara teringat dengan cerpen
yang pernah ia baca. Apakah ibu ini yang diceritakan di cerpen.
Tiara memperhatikan dari kejauhan ketika
si ibu menoleh kepadanya, Tiara berpura-pura sedang membaca buku.
Penumpang selanjutnya seorang pelajar berseragam putih abu-abu. Si ibu mendekatinya dan melakukan hal yang sama persis dengan yang ia alami tadi. Tiara memperhatikan dari tempat duduknya.
Ingin sekali ia memberitahukan jika si ibu adalah penipu
akan tetapi karena posisi si pelajar ada di depan dan akhirnya si ibu mendapat
uang lembaran berwarna coklat dari seorang siswa.
Tiara
baru menyadari jika cerita cerpen yang ia baca, akhirnya dialaminya juga.
***
Sebulan kemudian.
Seperti
biasa Tiara menunggu bis menuju kampus. Hari ini jadwal kuliah Tiara di siang
hari. Tiara menyetop bis berwarna kuning tujuan Condong Catur. Saat itu hanya
ada 1 bangku kosong di sebelah ibu-ibu separuh baya.
Si
ibu mempersilakan Tiara untuk duduk. Saat itu Tiara merasa pernah bertemu
dengan si ibu. Tiara pun duduk di sampingnya. Si ibu menyapa Tiara.
“Mau berangkat ke kampus ya Mbak,” si ibu
membuka pembicaraan.
“Nggih Mbah,” jawab Tiara.
Seketika si ibu langsung berbicara jika
suaminya habis sakit, si ibu berjualan tidak laku dan sekarang kebingungan mau
mencari uang.
Tiara membantin “ini ibu yang kemarin.”
Tiara hanya mendengarkannya saja. Tanpa
menanyakan kelanjutan cerita dari si ibu.
“Mbak bisa bantu Mbah? Mbah sedang perlu
uang,” ucap si ibu.
Tiara tanpa basa-basi langsung
menolaknya.
“Mohon maaf Mbah, saya lagi tidak punya
uang,” jawab Tiara.
“Ya, sekadarnya saja Mbak,” si ibu
sedikit memaksa.
“Mohon maaf ya Mbah, saya cuma mahasiswi
tidak punya uang kebetulan tanggal tua.”
HP Tiara berbunyi ia segera mengambil dari
tasnya.
“Itu...Mbaknya punya HP, masak nggak
punya uang,” si ibu semakin menyolot.
“Mohon maaf ya Mbah,” Tiara bersikeras
tidak mau tertipu lagi.
Si ibu terlihat kesal karena tidak
mendapatkan uang dari Tiara. Akhirnya ia pun mulai mencari target lainnya, penumpang
yang baru masuk.
Kali
ini target si ibu seorang mahasiswa. Si pria duduk persis di depannya.
Si
ibu memukul pelan pundak mahasiswa.
Seperti
biasa si ibu berbasa-basi. Saat itu Tiara yang duduk di sampingnya terus
memperhatikannya. Si ibu seperti curiga melihat Tiara yang memperhatikannya.
Sesekali ketika ia bicara kepada si target ia pun menoleh ke Tiara.
Tiara
tidak suka dengan cara si ibu berbohong. Ia pun berpikir bagaimana cara
memberitahu mahasiswa yang ada di
depannya. Si ibu terus mengajak bicara kepada targetnya. Tiara berusaha untuk
memberi kode akan tetapi tidak berhasil karena si ibu sering menoleh ke arahnya.
Tanpa
terasa dalam 20 meter lagi Tiara sudah akan sampai ke kampusnya. Ia tidak ingin
si ibu mendapatkan target baru lagi apalagi jika targetnya seorang pelajar atau
mahasiswa.
Akhirnya
Tiara memiliki ide menulis di secarik kertas.
Jangan hiraukan Mbah ini, karena penipu.
Tiara
berusaha ingin memberi kertas tersebut akan tetapi selalu gagal, karena si ibu
sudah mulau curiga pada Tiara.
“Ayo yang mau turun siap-siap,” sapa si
kernet pada penumpang.
Tiara pun mulai berdiri ketika bis
benar-benar berhenti, ketika hendak turun dari bis Tiara memberi secarik kertas
kepada mahasiswa yang berada di hadapannya.
“Ini
mas, di baca.”
“Thanks,
ya!’ sahut si mahasiswa.
Tiara pun turun. Terdengar teriakan si ibu dari dalam bis.
“Dasar kemayu............!”
***
Sore
itu Tiara sedang berjalan menuju swalayan.
“Mbak,
minta tolong saya belum makan sudah 2 hari suami saya lagi di PHK.
Tiara
berpikir sejenak dan ia buang jauh-jauh rasa curiganya. Tiara memberikan
selembar uang berwarna coklat kepadanya.
“Maturnuwun
sanget Mbak,” ucap si ibu muda kepada Tiara.
Sejak saat itu Tiara berprinsip jika ada
yang meminta-minta dengan menjual cerita, ia akan memberinya. Tiara hanya ingin membantu urusan jika cerita yang disampaikan bohong itu menjadi
tanggungjawab si peminta.
8 Komentar
Huuf ada saja ya..orang seperti itu... Semoga tidakbada lg korban penipuan.si mbah segera sadar.
BalasHapusAamiin YRA
Hapuskasihan si mbah
BalasHapusDoa terbaik buat si Mbah
HapusMembacanya jd teringat pernah juga ngalami
BalasHapusPenipuan ada dimna-mana ya bu
HapusIkhlas itu intinya yaaa..
BalasHapusTidak perlu memikirkan apa yg akan terjadi setelahnya.
Terimakasih
Begitulah
Hapus