A |
wan
menghitam, tepat pukul 21.40 kapal Umsini dari Tanjung Priok telah tiba
bersender di Pelabuhan Kijang. Alhamdulillah Tiara telah tiba di kampung
halamannya. Tiara di sambut oleh ibu dan keluarga besarnya.
Setiba di rumah Tiara langsung beristirahat. Tanpa terasa azan subuh berkumandang. Setelah
salat Subuh, Tiara ingin mencuci pakaian. Semua baju kotor sudah di sisihkan.
Ia menuju ke kamar mandi. Mencuci manual dengan menggunakan tangan adalah hal
yang biasa ia lakukan.
Ketika masuk ke kamar mandi ia
melihat ember berwarna biru. Seketika ia teringat dengan Tek Zaenab. Ember itu
miliknya sudah 12 tahun masih awet. Kenangan peninggalan Tek Zaenab yang ada di
rumahnya.
Terbayang di mata Tiara ketika Tek
Zaenab baru tiba di rumahnya. Ketika itu ada seorang ibu dengan membawa 3 orang
anak laki-laki. Umur 12 tahun, 8 tahun dan si kecil yang masih Balita umur 2
tahun.
Tiara kebingungan, saat itu Tek
Zaenab membawa 1 koper dan beberapa kardus yang berisi pakaian sambil menangis
saat tiba di rumah Tiara.
“Ambo, indak sanggui Ni, dibue macam
ko,” (Aku tidak sanggup kak dibuat seperti ini)
“Masuaklah, tanangkan pikiran dulu,
baru tibo,” (Masuklah, tenangkan pikiran dulu, baru tiba) ucap ibu Tiara kepada Tek Zaenab.
Saat itu Tiara baru saja duduk di
kelas 5 SD.
Tiara tidak terlalu memperhatikan
obrolan ibu, ayah dan Tek Zaenab yang pasti sejak kedatangannya saat itu Tek
Zaenab menumpang tempat tinggal di rumah Tiara.
***
Datang seorang pria, wajahnya banyak
berlubang penuh dengan bekas jerawat tiba di rumah Tiara.
“Assalamualaikum,”
ucapnya memberi salam saat hendak masuk.
“Walaikumsalam,”
sahut ibu Tiara.
Belum
sempat dipersilakan duduk. Tek Zaenab menyolot menghardik si pria.
“Manggata,
anak bini indak diuruih, sibuk bacewek jo jando,” (Menggatal, anak dan istri
tidak diurus sibuk pacaran sama janda).
“Bao batanang,
usah ribuit, banyak anak kete’,” (Tenang, jangan ribut banyak anak-anak). Ucap
ibu Tiara kepada Tek Zaenab dengan suaminya.
Saat
itu Tiara disuruh ibunya untuk pergi bermain, agar tidak mendengar percakapan
orang dewasa.
***
Sudah sebulan Tek Zaenab menumpang di rumah. Sudah
sangat lama. Ibu juga sudah mulai kebingungan, karena memerlukan sembako yang
lebih. Terlebih lagi anak Tek Zaenab yang telah menikah datang bersama suami
dan satu orang anaknya menyusul ibunya.
Rumah Tiara semakin ramai kedatangan
keluarga dari Tek Zaenab. Memang semua itu arahan dari Ayah, untuk membantu
keluarga Tek Zaenab yang baru tiba dari kampung.
Tiara teringat suasana saat itu
bagaimana di rumah Tiara banyak orang, sehingga ruang tamu Tiara selalu penuh
dan digunakan juga untuk tidur keluarga Tek Zaenab.
Suatu ketika ada peristiwa yang tak terlupakan oleh Tiara. Tek Zaenab yang memiliki anak berumur 2 tahun yang bernama Romi.
Saat itu Tek Zaenab sedang ke pasar, Romi dititipkan dengan kakaknya
yang mempunyai satu anak. Romi kehausan dan terus menangis. Tek Zaenab tidak
pernah menyediakan susu botol untuk anaknya. Sehingga karena tidak henti-henti
menangis si Romi di susui oleh kakaknya.
Peristiwa itu terkenang oleh Tiara.
Di lain waktu saat malam ketika sedang menonton TV. Romi si bungsu Tek Zaenab
sedang muntah, makanan yang ia makan keluar membentuk gumpalan. Tek zaenab
sedang mencari kain lap, akan tetapi Tedi anak ketiga Tek Zaenab memakan muntahan
dari adiknya.
“Ei, kenapa makan itu muntahan
adikmu,” teriak Tek Zaenab sambil memukul lengan Tedi.
“Tedy, gak tau,”
Itulah yang diingat Tiara pada Tek
Zaenab dimana pada akhirnya Tek Zaenab mengekos tidak jauh dari rumah Tiara. Yang
terkenang pada saat itu bagi Tiara ada tamu dirumahnya yang membawa anak dan menantunya,
membuat suasana rumahnya selalu ramai.
***
Tanpa terasa cucian Tiara telah
selesai, setelah menjemur Tiara memanggil ibunya.
“Mak, ini...ember Tek Zaenab ya?”
“Iyo,
tingga kanangan barangnyo, ughangnyo, alah indak ado.” (iya, tinggal
kenangan barangnya, orangnya sudah tidak ada) ucap ibunya.
“Nggak, ada gimana Mak,” ucap Tiara
sambil menatap tajam ke ibunya menunggu jawaban.
“Alah
maningga....” (Udah meninggal).
“Innalillahiwainnailaihi
rajiun, kapan Mak,” ucap Tiara.
Tiara baru tahu kabar temtang meninggalnya
Tek Zaenab.
“Alah duo tahun maningganyo. Inyo karajo di Malaysia, ilegal indak ado surek paspor, visa. Alah 3 tahun di Malaysia, manumpang jo urang.
Alhamdulillah lumayan
gajinyo. Taruih inyo mau pulang, andak mancaliak anaknyo. Sawaktu di kapa ado
pamariksaan dari polisi sinan, karano indak punyo sure’ takui di tangko,
maloncek nyo ka lawui, indak biso baranang.”
“Sudah dua tahun meningalnya. Dia kerja di Malaysia, ilegal tidak punya paspor, visa. Sudah 3 tahun di Malaysia, menumpang dengan orang sambil kerja.
Alhamdulillah lumayan gajinya. Terus dia
mau pulang, mau melihat anak-anaknya. Sewaktu di kapal ada pemeriksaan dari
polisi sana, karena tidak punya surat takut ketangkap, dia meloncat ke laut,
tidak bisa berenang.”
Mendengar cerita dari sang ibu membuat Tiara tertegun terbayang peristiwa belasan tahun silam saat ia pertama kali bertemu dengan Tek Zaenab.
Betapa beratnya perjuangan seorang ibu yang
ingin mempertahankan rumah tangga yang mana berakhir di meja hijau. Ketika
merantau berjuang membesarkan anak-anaknya, takdir berkata lain. Tiara berdoa
semoga almarhumah diterima di sisi Allah SWT.
Jembrana
6 Februari 2021
Naskah Lomba hari ke-6
NPA:22010300468
28 Komentar
Luar biasa, selalu ada nilai-nilai yg bisa diambil hikmahnya dari setiap peristiwa.
BalasHapusThat's right mom
HapusBagus bunda
BalasHapusJazakillah khoir Ummu Hanif
HapusCerita yang sangat luar biasa. Saya hanyut dalam alurnya.
BalasHapusTq Cikgu
HapusLanjutkan kisah yg bagus ini. Pinyer nulisnya. Sdh sekelas andrea hirata dan ahmad fuadi hehehe.
BalasHapusInsyaAllah Om Aaamiin, walaupun masih jauh api dari panggang :)
HapusTulisan yang menarik dan syarat makna... Kapan bisa nulis seperti ini...
BalasHapusTerimakasih ibu, bisa mulai saat ini juga bu silakan tuangkan idenya untuk menulis kisah inspirasi
HapusBag
BalasHapusBagus Bu
BalasHapusTerimakasih Pak Supadilah
HapusCerpennya bagus, mengalir. Membaca sambil membayangkan suasana. Belajar bahasa baru juga.
BalasHapusTerimakasih Bu Suyati
HapusBunda, trimks share tulisan yg keren... Demi keluarga apapun dilakukan oleh seorang ibu. Walaupun hrs berusan dg polisi mantap
BalasHapusBenar Bunda kasih ibu sepanjang masa
HapusMasya Allah, inspiratif caritonyo Bundo. Balinang aik mato mambaconyo.
BalasHapusTarimokasih Bundo
HapusBagus Bu ceritanya...ikut saat membacanya..
BalasHapusIndak kusangko kakak, ceritanyo matab betul. Sanga menariak.
BalasHapusTarimokasih Pak
HapusMasya alloh keren tulisannya bu Rita, semoga lebih menginsfirasi lagi kisah kisahnya, tulisannya sudah sekelas dgn para penulis senior
BalasHapusTerimakasih Bu May, masih banyak belajar
HapusPesan moralnya masuk.good idea
BalasHapusTerimakasih Bunda
HapusMntap!
BalasHapusBismillah...smoga bisa ngikutin jejak ibu Rita,,, branikan diri publikasikan goren pena🤭😇😇😇
BalasHapus